Part 2. Gue dan keluarga gue.
Hai guys. Sorry nih lama baru ngepost lagi, khususnya postingan ini yang merupakan lanjutan dari postingan gue di bulan Januari lalu. Ckckck. Lama banget yaa ternyata sampe 6 bulan. Maklumlah namanya juga mahasiswa planologi, sibuk kuliah. Banget. Nah, pada Part 2 ini gue bakal ngelanjutin cerita gue ke topik yang sedikit lebih pribadi nih, tentang keluarga. Percayalah tujuannya bukan apa-apa kok, gw cuma pengen dari kisah gue ini banyak orang yang mungkin senasib juga dengan gue bisa mendapat inspirasi dan manfaat sebesar-besarnya. Mantap deh, langsung aja yuk kita masuk ke kisahnya. Selamat Membaca!
Cukup tentang nama gue. Gue lahir di Jakarta tanggal 16
April tahun 1994. Bisa dihitung umur gue jalan 20 tahun ini. Gue lahir dari
sebuah keluarga keturunan Tionghoa dengan kampung halaman di Sungai Liat,
Bangka Belitung. Gue cuman punya seorang kakak perempuan yang beda 8 tahun sama
gue. Waktu gue lahir sih semuanya berjalan normal, sempurna, dan kondisi
keluarga yang nyaman, berkecukupan. Tapi seiring berjalannya waktu, gue tumbuh
dan berkembang dalam keluarga broken home. Ortu gue pisah waktu gue masih
berumur 3 tahunan. Tentunya gue belom ngerti apa-apa waktu itu, tapi makin gue
besar, akhirnya gue mulai ngerti arti sebuah kata, “perceraian”.
Perceraian mungkin bagi sebagian anak-anak adalah sebuah
kata yang mengerikan. Harus berpisahnya kedua orang tua kita, dua orang yang
paling kita sayangi di dunia ini. Berat. Memang. Gue tanpa tau kenapa (karena
masih kecil juga, nggak ngerti) ikut sama nyokap gue. Sejak saat itulah gue
tinggal sama nyokap gue, yang sangat tangguh, sangat gue cintai (next time bisa
ada cerita sendiri dalam satu postingan). Tak perlu waktu lama, nyokap gue
rupanya jatuh hati pada seorang laki-laki. Dia memiliki latar belakang yang
berbeda dengan keluarga gw. Berbeda. Hampir semuanya.Dan gw harus hidup dengan
orang yang berbeda dan orang “asing” itu dari usia 4 tahun, sampai sekarang.
Awal mulanya, karena gue masih anak-anak semua terasa
menyenangkan saja. Gue sering main bareng sama “papa baru” gue. Gue manggilnya
om. Akrab. Yaaa, mungkin karena dulu gue sering dibeliin hadiah, makanan, dll
layaknya seorang anak kecil. Makanya gue jadi akrab sama dia. Banyak kegiatan
bersama gw lalui sama dia, ya jalan-jalan, ikut ketempat kerjanya, dll. Seperti
sewajarnya anak kecil pada umumnya.
Seiring berjalannya waktu, Fardi kecil pun mulai tumbuh
dewasa. Awal mulanya yang semua terasa menyenangkan mulai terasa berubah.
Perbedaan pendapat dan pemikiran dengan om gue pun mulai terjadi. Terutama
khususnya setelah gue memutuskan untuk percaya Yesus dan sepenuhnya menjadi
kristen di usia sekitar 13 tahunan. Gue diajak ama cici gue yang udah duluan
masuk gereja. Setelah nyoba-nyoba ikut, akhirnya gue baru merasakan iman dan
kepercayaan yang sesuai sama hati nurani gue, terlebih karena emang sekolah gue
yang dari kecil udah ngajarin agama katolik.
Karena banyaknya perbedaan yang ada, maka perbedaan
pemikiran pun semakin sering terjadi. Akhirnya ya gue sering berdebat gitu dan
ada lah sedikit ribut-ribut kecil beberapa kali. Walaupun nggak pernah sih
sampe nggak betah di rumah atau gimana, tapi pernah sih kayak “males ah ketemu
dia.” Atau “gak mau ah liat muka dia”. Beruntung gue punya seorang mama yang
luar biasa. Yang mampu menjadi “orang tengah” diantara kita berdua. Selain itu
beruntung juga agama gue mengajarkan untuk selalu memaafkan dan jangan pernah
mendendam. Kehidupan gue terus berjalan sampai sekarang dan semua baik-baik
aja. Ya, baik-baik aja. Gue tetep bisa tumbuh normal, tetep bisa berprestasi,
tetep bisa punya banyak temen. Dengan ini gue udah bisa ngebuktiin kalo broken
home bukan alasan untuk kita jadi nggak berkarya, bukan alasan untuk kita jadi
nggak berprestasi. Buktiin lah sama semua meskipun kita dari keluarga yang
broken home, tetapi kehidupan kita nggak broken juga. Bahkan dengan kondisi
begini gue jadi bisa tau gimana ngadepin perbedaan pendapat, gimana cara
berkomunikasi yang lebih baik, gimana caranya bisa mengalah dan menahan diri,
gimana bisa tetep mempertahankan pendapat dengan orang yang lebih tua, dan
masih banyak lagi. Intinya menjadi lebih dewasa. Mungkin dewasa lebih cepat
dari orang seumurannya. Dewasa dini.
Kalo lo nanya “apa sih rahasianya kok lo bisa melalui
semuanya itu?”, jawaban gue akan simpel “Laluilah semua bersama Tuhanmu, serahkan
semua masalah kepadaNya, gue yakin kita bakal tetep kuat. Dan satu lagi kita
juga harus lebih cuek, jangan terlalu dengerin kalo itu nggak terlalu penting.
Sama jangan terlalu banyak berharap, ntar kecewa loh. Hahaha”. Yaaa, gitulah
kehidupan keluarga gue. Gue yakin dari semua yang ngebaca pasti ada juga yang
bernasib sama dengan gue. Gue cuma mau bilang, kalo gue bisa, pasti lo juga
bisa! Jangan patah semangat cuma gara-gara keluarga lo bermasalah. Yakinlah, pasti
semua yang Tuhan ijinkan terjadi bisa membuat kita jauh lebih kuat, lebih
dewasa, dan membuat kita menjadi pribadi yang lebih baik.
Semua orang, jika bisa memilih pasti tidak akan mau
memiliki keluarga seperti gue. Semuanya pasti ingin mempunyai keluarga yang
utuh. Lengkap. Harmonis. Gue pun juga. Sebenarnya. Tapi apalah mau dikata?
Tuhan sudah mengijinkan terjadi demikian. Dan jalan hidup gue bertemu di titik
seperti ini. Kalo udah seperti ini gue hanya bisa bersyukur. Sambil belajar dan
mengambil nilai kehidupan dari semua yang gue lalui. Gue yakin semua yang boleh
terjadi pasti memiliki maksud dan tujuan yang baik untuk kehidupan gue
kedepannya.
Sekian dulu guys yang bisa gue bagiin dalam postingan kali ini, thank you banget bagi semua yang udah ngeluangin waktu untuk baca. Gue harap waktu kalian nggak terbuang dengan sia-sia dengan ngebaca artikel gue dan semoga bisa ada suatu manfaat yang diambil dari semua postingan gue. Part 3 gue pastikan akan launching nggak lama lagi kok guys (karena udah jadi juga, tinggal "Post" aja). So, stay tuned at kisahanakbahagia.blogspot.com yah. Thanks guys.
Salam bahagia, Fard.
No comments:
Post a Comment